Breaking News
Loading...

Catatan Setahun Djohar Arifin Di PSSI

16.20
Catatan Setahun Djohar Arifin Di PSSI - Terpilihnya Djohar Arifin Husein dan Farid Rahman sebagai ketua umum dan wakil ketua umum PSSI pada Kongres Luar Biasa, di Solo tanggal 9 Juli 2011 silam, sempat membumbungkan optimisme tinggi pecinta sepakbola tanah air.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg45BcnLv0ma5oZ9Q7QZkJids62I0ToNBV6eyVZUbCwqbfp4vE_9PI0JlAQj_pTCetKHR4Cx5aOiWShDFlh17UxT7-xBQucKURKdXuEeCNZfqIHqjUloxwWbppZL0ORWTQDDQFYxyrSzvCs/s1600/1683852.jpg

 Bagaimana tidak? Selama delapan tahun di bawah pimpinan Nurdin Halid, suporter Merah Putih dipaksa 'puasa' gelar bergengsi yang juga dibumbui dengan berbagai masalah sepakbola nasional yang tidak kunjung selesai.
 
Kini kepengurusan Djohar Arifin telah melewati satu tahun, tetapi bukan segudang prestasi yang menjadi catatan sang profesor tersebut, melainkan sederet masalah terkait sepakbola nasional. Dalam bidang kompetisi terjadi dualisme, baik kompetisi itu sendiri maupun klub yang ada. Sementara dalam bidang kepengurusan juga tercatat kurang mulus, mengingat banyak keputusan kontroversial yang dilahirkan oleh PSSI, sehingga muncul organisasi tandingan yaitu PSSI versi KLB yang dipimpin oleh La Nyalla Mattalitti.

Dalam sisi tim nasional, juga banyak catatan buruk. Kekalahan terbesar tim nasional Indonesia terpaksa diperbarui di era Djohar, dan
ranking FIFA Indonesia menyamai rekor terburuk di era Nurdin Halid pada tahun 2006 yaitu posisi ke-153.

Kompetisi


Dalam satu tahun ini, Djohar Arifin dapat dibilang tidak terlalu sukses dalam membangun sebuah kompetisi yang diharapkan oleh pecinta sepakbola nasional. Banyak keputusan kontroversial yang dilahirkan oleh PSSI sehingga berdampak pada penurunan kualitas kompetisi mereka, terutama dengan 'kabur'nya klub-klub besar ke kompetisi tandingan.


Seperti yang diketahui, Djohar membuat sebuah langkah radikal terkait kompetisi. Di mana Ia membubarkan Indonesia Super League (ISL) yang telah berjalan selama tiga tahun dan menggantinya dengan Indonesian
Premier League (IPL). Dan PSSI juga menggantikan Badan Liga Indonesia dengan PT. Liga Prima Indonesia Sportindo (PT. LPIS) sebagai pengelola liga.

Namun, yang paling kontroversial adalah penentuan peserta kompetisi IPL itu sendiri. PSSI pada awalnya menetapkan bahwa peserta IPL adalah 14 klub ISL yang memiliki poin verifikasi tertinggi dan empat klub promosi Divisi Utama, dengan catatan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Jika ada klub yang tidak berhasil memenuhi syarat maka akan digantikan dengan klub di bawahnya.



Hal tersebut dapat diterima oleh semua pihak, namun satu pekan kemudian, PSSI secara mengejutkan memutuskan untuk menambah jumlah peserta IPL menjadi 24 tim. Enam tim yang dimasukkan PSSI adalah tiga eks klub ISL yang hijrah ke Liga Primer Indonesia (LPI), yaitu Persema Malang, Persibo Bojonegoro dan PSM Makassar, kemudian Persebaya IPL dan PSMS IPL dengan alasan
sejarah, basis fans yang besar dan keinginan sponsor dan terakhir Bontang FC dengan alasan degradasi terbaik.

Keputusan tersebut tentu saja mendapatkan tentangan dari klub-klub ISL, karena selain alasan-alasan PSSI yang dinilai sangat mengada-ada, mereka juga keberatan bertanding dalam satu kompetisi dengan 24 tim. Hal tersebut dianggap sangat memberatkan karena musim ini mereka sudah tidak didanai APBD lagi.

Situasi tersebut akhirnya membuat mayoritas klub sepakat untuk tetap mengikuti ISL di bawah PT. Liga Indonesia yang diklaim lebih sesuai dengan Statuta PSSI, sehingga kompetisi IPL yang dibentuk PSSI hanya diikuti oleh 12 tim saja.

Perjalanan IPL dari awal kompetisi hingga saat ini (15 Juli 2012) juga tidak berjalan dengan mulus, berbagai masalah timbul seperti krisis finansial beberapa klub hingga banyaknya pertandingan yang berakhir dengan WO. Krisis finansial menjadi yang paling parah, yang juga menjadi salah satu faktor mengapa banyak terjadi pertandingan berakhir dengan WO, beberapa pemain yang memperkuat klub di bawah naungan PSSI bahkan harus rela mengemis di pinggir jalan karena tidak kunjung mendapatkan gaji. Sementara itu, ISL juga tidak lepas dari krisis finansial seperti yang dialami klub-klub IPL.



Tim Nasional


PSSI kembali melakukan langkah yang sangat tidak populer di awal kepengurusan Djohar Arifin. Mereka secara mendadak memecat pelatih Alfred Riedl ketika dalam tim nasional akan menjalani laga Pra-kualifikasi Piala Dunia sepuluh hari setelahnya.


Pemecatan secara mendadak tersebut tentu saja sangat mengganggu persiapan timnas. Meskipun pada akhirnya, Indonesia tetap berhasil menaklukkan Turkmenistan dengan agregat 5-4 berkat gol-gol yang dicetak oleh
Muhammad Ilham, Muhammad Ridwan, Muhammad Nasuha dan dua gol Cristian Gonzales.

Namun, di di babak kualifikasi berikutnya, prestasi timnas merosot drastis. Satu grup dengan Iran, Qatar dan Bahrain, tim Merah Putih benar-benar tidak berdaya. Dalam enam pertandingan mereka mengoleksi nol poin. Bahkan di pertandingan terakhir, Indonesia dibantai Bahrain dengan skor telak 10-0, banyak yang menyalahkan PSSI saat itu karena mereka melarang pemain-pemain ISL bergabung dengan timnas.


Kutukan Nurdin Halid tampaknya juga mengikuti Djohar, tim nasional Indonesia tidak kunjung mendapatkan prestasi. Pada turnamen Hassanal Bolkiah di Brunei Darussalam, timnas U-23 kembali dipaksa puas dengan posisi runner-up. Sementara pada turnamen Al Nakbah di Palestina, timnas Garuda kembali pulang dengan tangan hampa setelah takluk di semi-final oleh tuan rumah.


Tidak lama ini, skuat Indonesia juga dipastikan gagal lolos dari kualifikasi Piala Asia U-22 setelah dilibas oleh Jepang dengan skor telak 5-1. Padahal timnas
Sakura hanya mengandalkan pemain timnas U-19 di kualifikasi tersebut.

Keterpurukan tim nasional Indonesia juga terlihat jelas pada ranking FIFA. Posisi Indonesia terus merosot hingga mencapai posisi ke-153 digusur oleh Filpina di posisi 152, di mana pertama kalinya The Azkals mengungguli Garuda, dan ditinggal jauh oleh
Thailand (135) dan Vietnam (120).

Refleksi satu tahun kepengurusan Djohar Arifin memang tidak terlalu baik, namun masih ada harapan untuk kembali bangkit ke depannya. Keputusan AFC membentuk Joint Comittee (Komite Gabungan) diharapkan dapat menghasilkan rekonsiliasi antara pihak yang sedang konflik di tubuh PSSI.


Dan diharapkan Komite Gabungan tersebut dapat mempersatukan dualisme yang ada saat ini, sekaligus membuat timnas Indonesia diisi oleh pemain-pemain terbaiknya ketika menjalani turnamen AFF Suzuki Cup 2012 di
Malaysia dan juga di pertandingan-pertandingan sesudahnya


0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah mau berkunjung ke Blog sederhana ini, Tidak ada salahnya untuk memberikan komentar untuk kemajuan blog ini.
Catatan komentar yang tidak ditampilkan :
1. Komentar SPAM
2. Komentar tidak bermutu / tidak nyambung.
3. Memasukan Link ke dalam kotak komentar blog.

 
Toggle Footer